🌀 Hakim Ad Hoc Tipikor
CalonHakim Ad Hoc Tipikor Arizon Mega Jaya. Seperti diketahui, uji kelayakan calon hakim agung dan calon hakim ad hoc tipikor pada MA 2021/2022 dilakukan selama 2 hari, 28-29 Juni 2022. Ada 7
MahkamahAgung Republik Indonesia. Pengumuman / Rabu, 6 Oktober 2021 13:54 WIB / Enny Nadra. PENGUMUMAN PELAKSANAAN KEGIATAN SELEKSI PROFFILE ASSESMENT DAN WAWANCARA CALON HAKIM AD HOC PENGADILAN TIPIKOR TAHAP XVI TAHUN 2021. Jakarta-Humas : Berdasarkan surat Panitia Seleksi Calon Hakim Ad Hoc Tipikor Tahap XVI 2021, Nomor; 45/Pansel/Ad Hoc TPK
Untukcalon hakim ad hoc Tipikor di MA, ada 4 orang bergelar magister dan 1 orang bergelar doktor. "Para calon hakim agung didominasi laki-laki sebanyak 14 orang laki-laki dan 2 orang adalah perempuan, sementara calon hakim ad hoc di MA semuanya laki-laki," ungkap Nurdjanah.
peranhakim ad hoc pada pengadilan tipikor masih dilemahkan dengan aturan yang ada, karena aturan sebelumnya yaitu dalam pasal 19 undang-undang nomor 48 tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman secara tegas mengatakan bahwa kedudukan hakim ad hoc sebagai pejabat negara, tetapi perkembangan terbaru ini dalam pasal 122 huruf e uu no.5 tahun 2014
PenerimaanHakim Ad hoc Tahap II MA SEGERA RESMIKAN 14 PENGADILAN TIPIKOR Makassar-Humas. Ketua MA Harifin A. Tumpa akan segera meresmikan terbentuknya pengadilan tipikor di 14 kota provinsi. Peresmian tersebut, direncanakan akan berlangsung pada tanggal 28 April mendatang. "Diharapkan, pengadilan akan segera beroperasi menerima berkas dan
hakimad hoc Tipikor Palu, Sulawesi Tengah. Majelis Kehormatan Hakim yang digelar Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial memutuskan memecat Hakim Asmadinata. Dia dinilai telah melakukan pelanggaran berat atas perbuatan tercela menerima suap. 2012. KPK. Setyabudi Tejocahyono. Wakil Ketua Pengadilan Negeri Bandung. menerima suap Rp 150 juta.
keadaanperkara tipikor; jumlah pengaduan ; jadwal sidang; laporan. laporan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah (lkjip) daftar aset; laporan tahunan; laporan keuangan. realisasi anggaran. realisasi dipa bua (01) realisasi dipa badilum (03) sakip. indikator kinerja utama (iku) rencana kinerja tahunan (rkt) penetapan kinerja tahunan (pkt)
TRIBUNVIDEO.COM - Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyetujui Arizon Mega Jaya sebagai Hakim Ad Hoc tindak pidana korupsi (tipikor) di Mahkamah Agung.. Arizon merupakan mantan Hakim Ad Hoc di Pengadilan Tinggi Palembang. Arizon pernah menjadi sorotan lantaran berpandangan tak setuju terkait pemiskinan koruptor.. Dikutip dari Kompas.com, saat menjalani seleksi wawancara pada akhir
Komisi Yudisial (KY) akan menggelar seleksi hakim ad hoc tindak pidana korupsi (Tipikor) di Mahkamah Agung (MA) dalam waktu dekat. Saat ini hanya tersisa tiga hakim untuk menangani kasus korupsi di peradilan tertinggi di Indonesia tersebut. "Solusi yang akan ditempuh adalah bahwa proses seleksi terhadap calon hakim ad hoc tipikor pada MA akan dilaksanakan setelah proses seleksi
.
BerandaKlinikProfesi HukumHakim Ad Hoc adalah ...Profesi HukumHakim Ad Hoc adalah ...Profesi HukumRabu, 5 Februari 2014Rabu, 5 Februari 2014Bacaan 8 MenitPada Pasal 11 Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tidak secara jelas status hakim ad hoc sebagai Pejabat Negara, sehingga dibuat Peraturan Menteri Sekretaris Negara yakni Nomor 6 Tahun 2007 dan diganti oleh Peraturan Menteri Sekretaris Negara Nomor 7 Tahun 2012 yang menyatakan bahwa Hakim Ad Hoc termasuk kategori Pejabat Negara Lainnya. Kemudian pada UU ASN yang baru disahkan, pada Pasal 122 bahwa Pejabat Negara yang dimaksud, poin e ...... hakim pada semua badan peradilan kecuali hakim ad hoc. Pertanyaannya, apakah dengan adanya statemen UU ASN pasal 122 poin e tersebut status Hakim Ad Hoc sebagai Pejabat Negara Lainnya dianggap tidak berlaku?Berdasarkan Pasal 1 angka 9 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman “UU Kekuasaan Kehakiman”, Hakim Ad Hoc adalah“hakim yang bersifat sementara yang memiliki keahlian dan pengalaman di bidang tertentu untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara yang pengangkatannya diatur dalam undang-undang.”Hakim Ad Hoc sendiri diangkat pada pengadilan khusus, yang merupakan pengadilan dalam salah satu lingkungan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung, baik dalam lingkungan peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer, dan peradilan tata usaha negara. Misalnya Hakim Ad Hoc pada Pengadilan HAM, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Pengadilan Perikanan, atau Pengadilan menjawab apakah Hakim Ad Hoc merupakan pejabat negara atau bukan, perlu ditelusuri terlebih dahulu hakekat kekuasaan kehakiman dan lembaga kekuasaan kehakiman. Dalam doktrin, kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan untuk mengadili, yang meliputi wewenang memeriksa, memutus, membuat ketetapan yustisial Bagir Manan 2009. Kekuasaan kehakiman dilaksanakan badan peradilan/badan yudisial judiciary yang merupakan alat kelengkapan negara karena bertindak dan memutus untuk dan atas nama negara. Di UUD 1945, kekuasaan kehakiman dilaksanakan oleh Mahkamah Agung dan badan peradilan di bawahnya, serta Mahkamah Konstitusi vide Pasal 24 ayat 2. Dalam hal ini, Mahkamah Agung termasuk juga badan peradilan di bawahnya serta Mahkamah Konstitusi adalah badan yudisial yang merupakan alat kelengkapan negara, sehingga menjalankan fungsi ketatanegaraan bertindak untuk dan atas nama negara. Konsekuensinya, hakim pada seluruh jenis dan tingkatan badan yudisial,berkedudukan sebagai “pejabat negara”. Dalam hukum positif, kedudukan hakim sebagai “pejabat negara” ditegaskan dalam UU Kekuasaan Kehakiman sebagai berikut“Hakim adalah hakim pada Mahkamah Agung dan hakim pada badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan hakim pada pengadilan khusus yang berada dalam lingkungan peradilan tersebut” Pasal 1 angka 5.“Hakim dan hakim konstitusi adalah pejabat negara yang melakukan kekuasaan kehakiman yang diatur dalam undang-undang” Pasal 19. Hakim Ad Hoc merupakan hakim pada Mahkamah Agung pada pengadilan khusus dalam lingkungan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung. Berdasarkan ketentuan UU Kekuasaan Kehakiman, Hakim Ad Hoc juga berkedudukan sebagai “pejabat negara”. Perbedaan Hakim Ad Hoc dengan hakim umumnya, terutama dalam hal masa tugasnya yang sementara/dibatasi untuk waktu tertentu, di samping harus memiliki keahlian dan pengalaman tertentu di khusus yang menjadi tempat pelaksanaan tugas Hakim Ad Hoc sendiri tidak selalu bersifat Ad Hoc sementara.Sebagian besar adalah pengadilan khusus yang bersifat tetap. Pengadilan khusus yang bersifat Ad Hoc, yaitu Pengadilan Ad Hoc HAM yang dibentuk untuk menyelesaikan perkara pelanggaran HAM berat, sebelum diundangkannya Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. Dengan kata lain, Pengadilan Ad Hoc HAM dibentuk untuk menyelesaikan pelanggaran HAM berat yang terjadi di masa lalu dalam kerangka transitional justice keadilan transisional. Pengadilan khusus lainnya bersifat permanen, termasuk Pengadilan HAM untuk menyelesaikan pelanggaran HAM berat setelah Undang-Undang No. 26 Tahun 2000 berlaku. Artinya, apabila terjadi dugaan pelanggaran HAM berat, penyelesaiannya dilakukan oleh Pengadilan HAM yang berada pada lingkungan peradilan umum di bawah Mahkamah Agung. Selain Pengadilan HAM, pengadilan khusus lainnya yang bersifat permanen, misalnya Pengadilan Niaga, Pengadilan Perikanan, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. Hakim pada pengadilan-pengadilan khusus tersebut, tidak selalu Hakim Ad Hoc, namun juga hakim pada umumnya sesuai lingkungan peradilannya. Dalam suatu perkara yang diadili dalam pengadilan khusus, majelis hakim yang bertugas terdiri dari hakim pada umumnya hakim pada Mahkamah Agung dan Hakim Ad Hoc. Dalam Pengadilan HAM, baik Ad Hoc maupun permanen, misalnya, majelis hakim berjumlah 5 lima orang, terdiri atas 2 dua orang hakim pada Pengadilan HAM yang bersangkutan dan 3 tiga orang hakim ad hoc Pasal 27 ayat 2 UU No. 26 Tahun 2000. Demikian pula, misalnya dalam majelis hakim dalam Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, berjumlah ganjil sekurang-kurangnya 3 tiga orang hakim dan sebanyakbanyaknya 5 lima orang hakim, terdiri dari Hakim Karier dan Hakim ad hoc vide Pasal 26 ayat 1 Undang-Undang Nomor 46 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. Dengan demikian, kedudukan Hakim Ad Hoc pada umumnya bertugas pada pengadilan khusus yang bersifat permanen. Sama halnya dengan pengadilan pada berbagai lingkungan peradilan di bawah Mahkamah Agung lainnya, pengadilan khusus menjalankan fungsi kekuasaan kehakiman, untuk memeriksa, mengadili dan memutus perkara–perkara khusus sesuai peraturan perundang-undangan. Oleh karena itu, Hakim Ad Hoc, sama halnya dengan hakim pada umumnya menjalankan fungsi ketatanegaraan kekuasan kehakiman, sehingga sangat tepat dikategorikan sebagai pejabat negara. Pengaturan dalam Pasal 122 huruf e Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara UU ASN, yang mengecualikan Hakim Ad Hoc sebagai pejabat negara, menurut hemat saya adalah tidak tepat. Selain tidak tepat, karena kedudukan Hakim Ad Hoc yang menjalankan salah satu fungsi ketatanegaraan sehingga merupakan pejabat negara, pengaturan mengenai pejabat negara dalam UU ASN tidak sesuai dengan materi muatan materi yang seharusnya yang diatur undang-undang tersebut. Dalam UU ASN, diatur pengertian sebagai berikut“Aparatur Sipil Negara yang selanjutnya disingkat ASN adalah profesi bagi pegawai negeri sipil dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang bekerja pada instansi pemerintah” Pasal 1 angka 1.“Pegawai Aparatur Sipil Negara yang selanjutnya disebut Pegawai ASN adalah pegawai negeri sipil dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang diangkat oleh pejabat pembina kepegawaian dan diserahi tugas dalam suatu jabatan pemerintahan atau diserahi tugas negara lainnya dan digaji berdasarkan peraturan perundang-undangan Pasal 1 angka 2Berdasarkan kedua pengertian di atas, UU ASN semestinya hanya mengatur tentang tata kelola Aparatur Sipil Negara ASN, yang dalam konteks kategori kepegawaian, hanya mengatur mengenai PNS dan “pegawai pemerintah” pegawai di bawah lingkungan kekuasaan eksekutif, baik pusat maupun daerah. Sementara itu, istilah “pejabat negara” lebih luas dibandingkan pegawai di lingkungan pemerintahan, karena mencakup pejabat pada lingkungan kekuasaan lainnya, seperti legislatif, yudisial dan kekuasaan derivative lainnya yang dijalankan oleh lembaga-lembaga negara pendukung auxiliary state bodies/ agencies. Pengaturan tentang “pejabat negara” dalam UU ASN hanya dapat dilakukan dalam hal, pengaturan Pegawai ASN yang menjadi “pejabat negara” vide judul BAB X UU ASN. Namun demikian, Pasal 122 merupakan ketentuan yang berlebihan, karena mengatur materi di luar ASN. Pengaturan mengenai “pejabat negara”, termasuk Hakim Ad Hoc, seharusnya tunduk pada UUD 1945 dan undang-undang yang mengatur kekuasaan lembaga negara, dalam hal ini, untuk Hakim Ad Hoc, mengacu pada Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan isu keberlakuan Pasal 122 huruf e UU ASN, secara normatif tetap sah valid dan berlaku, karena dibentuk oleh pejabat/lembaga yang berwenang DPR dan Presiden sesuai dengan tata cara pembentukan Undang-Undang dalam Pasal 5 ayat 1 dan Pasal 20 UUD 1945. Namun demikian, implikasinya menjadi tidak harmonis dengan Undang-Undang No. 48 Tahun 2009, dan bertentangan dengan UUD 1945, khususnya Pasal 24 yang mengatur mengenai kekuasaan kehakiman. Dengan posisi tersebut, Pasal 122 huruf e UU ASN “dapat dibatalkan” voidable/ verneitigbaar. Artinya, apabila terdapat permohonan pengujian ketentuan tersebut kepada Mahkamah Konstitusi MK dan permohonan tersebut dikabulkan, maka ketentuan tersebut batal bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat, sehingga tidak berlaku. Apabila tidak ada permohonan pengujian atau permohonan pengujiannya ditolak atau tidak dapat diterima oleh MK, maka ketentuan tersebut tetap berlaku, dengan segala implikasi hukum yang menyertainya. Dasar hukumUndang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan KehakimanUndang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil NegaraTags
loading...Nova Harmoko dan Ahmad Fauzi kanan bawah membacakan isi permohonan uji materiil masa jabatan hakim adhoc saat persidangan pemeriksaan pendahuluan, Senin 2/11/2020. Foto/ Youtube MK. JAKARTA - Ketentuan masa jabatan hakim adhoc dalam UU Pengadilan Tipikor digugat. Penggugatnya adalah dua hakim adhoc Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Tipikor Denpasar, yaitu Sumali dan Hartono. Secara spesifik, keduanya mengajukan gugatan uji materiil Pasal 10 ayat 5 Undang-Undang Nomor 46 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi UU Pengadilan Tipikor terhadap UUD ini berbunyi,”Hakim Ad Hoc sebagaimana dimaksud pada ayat 4 untuk masa jabatan selama 5 lima tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 satu kali masa jabatan.”Dalam pemeriksaan pendahuluan di Mahkamah Konstitusi MK, Senin 2/11/2020, pemohon mengungkapkan bahwa mereka sebagai hakim adhoc Pengadilan Tipikor Denpasar telah dirugikan hak konstitusionalnya atas pemberlakukan Pasal 10 ayat 5 para pemohon, periodisasi jabatan hakim adhoc tipikor selama 5 tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 kali jabatan mengancam kebebasan hakim. Hal itu juga menimbulkan permasalahan dalam sistem pengangkatan dan pemberhentian bagi hakim adhoc Pengadilan Tipikor. "Ini bertentangan dengan UUD 1945 dan Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman," tegas Nova Harmoko, kuasa pemohon. Baca Aturan Sumber Daya Air Batal Direvisi, MK Tolak Uji Materiil Dia menjelaskan, UU Kekuasaan Kehakiman merupakan UU yang menjadi payung kekuasaan kehakiman di Indonesia. Dalam UU tersebut tidak ada satupun norma pasal yang mengatur periodisasi bagi hakim di lingkungan peradilan maupun Mahkamah Agung MA. Sehingga, norma tentang periodisasi hakim adhoc Pengadilan Tipikor adalah kerugian yang nyata bagi para pemohon. "Yang melampaui peraturan dasarnya yakni ketentuan Pasal 24 ayat 1, Pasal 27 ayat 1 dan ayat 2, dan Pasal 28D ayat 1 UUD 1945," menguraikan, periodisasi masa jabatan hakim adhoc Pengadilan Tipikor sangat jelas bertentangan dengan prinsip independensi kekuasaan kehakiman. Musababnya, periodisasi jabatan sesungguhnya mengancam kebebasan hakim dan menimbulkan permasalahan yang serius yakni masalah dalam sistem pengangkatan dan pemberhentian bagi hakim adhoc Pengadilan rekrutmen hakim adhoc Pengadilan Tipikor juga dilakukan dengan proses yang sangat ketat dari seluruh peserta dengan berbagai macam latar belakang profesi. Proses seleksi melibatkan dan diawasi sepenuhnya oleh Presiden, Komisi Yudisial, Dewan Perwakilan Rakyat DPR, dan juga oleh MA. Nova menggariskan, pola rekrutmen antara hakim adhoc tidak berbeda dengan pola rekrutmen hakim karir."Jadi dapat dipastikan bahwa periodisasi jabatan hakim adhoc Pengadilan Tindak Pidana Korupsi tidak memberikan perlindungan dan persamaan hukum bagi hakim adhoc Pengadilan Tindak Pidana Korupsi," ujarnya. Baca MK Bakal Gelar Sidang Pembacaan Putusan 11 Uji Materiil UU Nova mengungkapkan, Pengadilan Tipikor yang dibentuk berdasarkan UU Nomor 46 Tahun 2009 atau UU Pengadilan Tipikor merupakan pengadilan khusus yang dibentuk dalam lingkungan peradilan umum. Dalam realitas pemaknaan atas kata 'adhoc' secara dogmatis diartikan sebagai sementara atau peradilan yang tidak tetap. Pengertian ini berbeda dan bertentangan dengan pengertian sebenarnya adhoc yakni untuk tujuan tertentu atau untuk tujuan khusus dan bukan diartikan sebagai sementara atau tidak tetap."Pengertian adhoc bagi hakim adhoc Pengadilan Tindak Pidana Korupsi yang diartikan sebagai hakim yang bertugas sementara atau hakim yang tidak tetap adalah suatu tafsir yang bertentangan dengan UU Nomor 48 Tahun 2009 sebagai UU payung bagi penyelenggaraan peradilan di Indonesia. Karena dalam UU Kekuasaan Kehakiman tidak memberikan tafsir tentang peradilan adhoc, tetapi hanya memberikan makna peradilan khusus," itu pemohon meminta MK bisa menerima dan mengabulkan permohonan pengujian Pasal 10 ayat 5 Undang-Undang Nomor 46 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi terhadap UUD 1945 dan mengubah frasanya menjadi ”Masa tugas hakim ad hoc adalah untuk jangka waktu 5 lima tahun dan diusulkan untuk diangkat kembali setiap 5 lima tahun oleh Mahkamah Agung."muh
hakim ad hoc tipikor